Diperbaharui Pada Senin, 16 Okt 2017 | 17:30

Menkominfo: Regulasi IoT Jangan Sampai Merugikan Masyarakat


Internet of Things (IoT) telah menjadi bahasan yang sangat menarik di industri teknologi. Karena IoT sendiri akan berdampak terhadap proses pertumbuhan ekonomi dan kehidupan masyarakat. Berbagai lembaga riset memaparkan data bahwa  IoT tumbuh sejak  2014-2020, dan angkanya luar biasa besar, menurut Gartner sekitar 300 milyar dollar, sedangkan menurut data IDC mencapai 1.7 triliun.

Namun, era komunikasi data berbasis seluler saat ini membawa konsekuensi baru bertumbuhnya inovasi ikutan. Dimana salah satu yang akan menonjol ke depan adalah penerapan IoT yang memungkinkan beragam benda dapat ‘berkomunikasi’ antar mereka termasuk diakses melalui perangkat hp pintar.

Tetapi masalahnya, ekosistem IoT harus disikapi dengan cermat. Saat ini ada perangkat IOT yang mengarah menggunakan frekuensi unlicenced  919 – 923 Mhz, berdekatan dengan frekuensi operator. Dampaknya tentu dapat diperkirakan seperti interferensi dengan jaringan yang sudah ada. Belum lagi soal jaminan layanan atau SLA (service level agreement) dan perlindungan data keamanan konsumen. Ini tentu memberi dampak yang tidak diinginkan ke depan.

Internet of Things (IoT) memungkinkan beragam benda dapat ‘berkomunikasi’

Mengenai hal ini, pada dasarnya pihak pemerintah tidak akan memberlakukan terlalu ketat terhadap hal-hal yang sangat dinamis. “Namun, saya berharap semua ekosistem perlu berkumpul dan bicara bersama untuk merumuskan aturan dan regulasi yang kiranya perlu diterapkan dan hal mana pula yang tidak perlu diterapkan,” ungkap Rudiantara, Menteri Komunkasi dan Informatika, di seminar yang diadalah oleh ITF (Indonesia Technology Forum).

Lalu bagaimana dengan regulasinya? BRTI selaku pemegang wewenang terus memantau perkembangan IoT saat ini dan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi termasuk dampaknya bagi masyarakat luas.

“Kami melakukan antisipasi ke depan sebagai jawaban atas berkembangnya ekosistem IOT di masa depan. Terlebih, perkembangan IoT sulit dibendung sehingga memang diperlukan perangkat regulasi yang mampu menjawab berbagai tantangan yang ditimbulkan oleh IoT,” kata Agung Harsoyo, komisioner BRTI sekaligus staf pengajar STEI ITB Bandung.

Lebih lanjut Rudiantara mengatakan, berdasarkan lembaga riset juga, bisnis IOT yang terbesar didapat dari bisnis device dan aplikasi. Kedua, didapat dari konektiviti dan platform dan terakhir dari system integrasi. Player inilah perlu duduk  bersama merumuskan arah atau masterplan IOT di Indonesia. Karena pasar IOT di Indonesia diproyeksikan tertinggi di Asia tenggara sekitar 4000 dollar di tahun 2020.

“Oleh karena itu kita harus adaptif terhadap perkembangan teknologi termasuk IoT dari sisi regulasi sehingga masyarakat nantinya tidak dirugikan,” kata Rudiantara.

Baca juga artikel :

Trading Saham Semakin Mudah dengan Aplikasi RHB TradeSmart With ARO 

7 Smartwatch Konsep yang Super Keren Ini Bakalan Diproduksi Nggak, Ya? 

Survei Terbaru Sebut iPhone Jadi Smartphone Populer Para Remaja Dunia 

Content Writter

2445 Posts

Punya pengalaman di beberapa media yang mengulas gadget, seperti Tabloid SMS, Tabloid Roaming, Majalah Digicom hingga Majalah Techlife. Selalu berusaha berbagi informasi yang akurat dan terupdate seputar teknologi dan gadget.