Diperbaharui pada Jumat, 20 Januari 2017 | 01:08

Sinergi Industri Telko Kunci Sukses Ekonomi Digital Indonesia

Indonesia Technology Forum (ITF) menggelar seminar awal tahun 2017 bertema; “Indonesia Digital Economy Forecast 2017: Sinergi Pelaku Industri Telko Untuk Peningkatan Efisiensi dan Daya Saing Ekonomi Indonesia” yang diadakan di Balai Kartini, hari ini (19/1).

Seminar ini menghadirkan pembicara dari pemerintah, operator, dan vendor ponsel. Pada saat membuka acara Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, Rudiantara menyatakan bahwa agar negara bisa memiliki daya saing maka ekonomi harus efisien dan digitalisasi adalah kuncinya. “Selama ini kontribusi dari sektor komunikasi dan informasi menyumbang sekitar 4% dari GDP. Tahun depan mudah-mudahan akan semakin besar,” katanya.

“Pada 2020 sekitar 10-12% digital economy akan disumbang oleh sektor digital baik device, network, aplikasi hingga penyiaran digital,” tambahnya. Agar target itu tercapai, perlu upaya-upaya yang tidak biasa agar industri telekomunikasi tumbuh sehat. Harga dapat turun, pengguna makin banyak karena tarif makin terjangkau (affordable).

Pada kesempatan yang sama, M.Rudy Salahuddin, Deputi IV Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, Daya Saing Koperasi dan UKM Kemenko Ekonomi menyebut bahwa untuk mencapai visi Indonesia sebagai kekuatan ekonomi terbesar digital di Asia Tenggara 2020 fokusnya adalah pada penguatan pelaku usaha lokal.

“Sejumlah program prioritas kami siapkan seperti pertumbuhan e-commerce, industri kreatif, keuangan inklusif, UMKM Go Digital dan penguatan perusahaan pemula (start up),” ungkap doktor lulusan George Washington University ini. Sejumlah tantangan butuh diselesaikan dengan sinergi berbagai pihak seperti meratanya akses internet kecepatan tinggi dan literasi teknologi informasi dan komunikasi agar cerdas memilih dan memilah informasi yang dibutuhkan.

Menurut anggota Wantiknas (Dewan TIK Nasional) Garuda Sugardo, salah satu yang menjadi perhatian pihakny adalah penerapan smart city. “Masalah smart city di berbagai kota di Indonesia adalah perlu ada standar yang disepakati dalam penerapan kota cerdas,”ungkapnya. Garuda menambahkan kalau dalam pengembangan ekonomi digital, alangkah eloknya bila ada keberpihakan industri pada pengembangan infrastruktur dalam negeri.

Sementara dari sisi jaringan, menurut Dany Buldansyah, Deputi CEO sekaligus Sekjen ATSI ada beberapa kendala yang membuat industri telekomunikasi khususnya operator sulit bergerak. “Tingginya biaya infrastruktur dalam memberikan data yang berkuatlitas dan harga terjangkau ke masyarakat,”ungkapnya.

Sedangkan dari sisi penyediaan peranti (device), Lee Kang Hyun, Vice President Samsung Indonesia mengatakan bahwa sinergi dari pemerintah selaku regulator, operator, dan penyedia ponsel seperti pihaknya harus berjalan dengan baik. “TKDN pada 4G mendorong penetrasi 4G hingga mencapai 72% di akhir tahun 2016. Jadi, artinya kini semakin banyak ponsel 4G yang berada di konsumen,” katanya.

Pendapat itu diamini oleh Tjandra Lianto, Marketing Director Advan bahwa pihaknya terus menerus mencari insight dari konsumen untuk memproduksi ponsel sesuai kebutuhan konsumen. “Ekosistem digital harus diciptakan dengan citarasa lokal dan membumi,” katanya.

Dari sisi kebijakan, menurut M.Syarkawi Rauf, Ketua KPPU, pihaknya menggarisbawahi bahwa di industri telekomunikasi tarif atau harga ke konsumen jadi sinyal apakah industri punya kecenderungan praktek-praktek bisnis yang melanggar aturan. “Concern kami saat ini yang harus diselesaikan adalah tarif interkoneksi, tarif off-net, frekuensi and network sharing,” ungkapnya.

Tentang sinergi industri telekomunikasi ini, pendapat Agus Pambagio, pengamat kebijakan publik adalah bagaimana mendorong PP 52 dan 53 segera disahkan karena tata kelola teknologi telekomunikasi saat ini tidak dapat didekati dengan aturan yang lama. “Perlu didorong ke pemerintah agar PP ini segera disahkan,” tandasnya.

Dalam pandangan Nonot Harsono, akademisi sekaligus Chairman Mastel Institute network sharing dalam sebuah bisnis telekomunikasi adalah keniscayaan.”Yang perlu dibutuhkan sekarang adalah competitive culture yang memungkinkan industri telekomunikasi bergerak dinamis di masa depan,” ujarnya. Seperti dikatakan Rudiantara bagaimana ekonomi digital benar-benar dapat memberi efek bagi kehidupan masyarakat seperti yang terjadi pada seorang porter di kaki Gunung Rinjani.

Berkat internet dia bisa mengubah profesinya sebagai porter menjadi pemandu wisata lengkap dengan tawaran paket wisata. Penghasilannya dapat menjulang berkali lipat dan banyak orang mengikuti jejaknya menawarkan paket wisata.

Pendeknya, ilustrasi itu menunjukkan dengan sinergi industri telekomunikasi –device, network dan application- maka masyarakat luas akan beroleh manfaat maksimal. Visi pemerintah dalam ekonomi digital pun akan mudah terwujud.

Baca juga artikel:
3 HP Android 4G Meizu Masuk Pasar Indonesia
15 Laptop RAM 4GB Pilihan Terbaik Harga di Bawah Rp 5 juta
Deretan Smartphone 4G LTE Murah Harga 1 Jutaan yang Ada di Pricebook
Like us!
Tedi Yuni A

Content Writer

942 Posts